Beranda | Artikel
Ulil Amri Harus Peduli Terhadap Hajat Rakyat
Selasa, 4 Juni 2013

Dicatat oleh At Tirmidzi (1/249), Al Hakim (4/94), Ahmad (4/231),

عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ ، حَدَّثَنِي أَبُو الْحَسَنِ ، قَالَ : قَالَ عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ لِمُعَاوِيَةَ ، إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : ” مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ ، وَالْخَلَّةِ ، وَالْمَسْكَنَةِ ، إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ ، وَحَاجَتِهِ ، وَمَسْكَنَتِهِ ، فَجَعَلَ مُعَاوِيَةُ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ “

dari Ali bin Al Hakim, Abul Hasan menuturkan kepadaku, ‘Amr bin Murrah berkata kepada Mu’awiyah, aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya. Lalu Allah pun menjadikan Mu’awiyah orang yang memperhatikan kebutuhan rakyat‘”

Derajat Hadits

Sanad ini lemah karena Abul Hasan Al Jazari. Ia dikatakan oleh Ibnu Hajar dan Ibnul Madini bahwa statusnya majhul.

Namun hadits ini memiliki syahid, dicatat oleh Abu Daud (2562), Al Baihari dalam Al Kubra (18639) dan Ash Shaghir (1833), Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat (9451),

يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ ، حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ ، أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُخَيْمِرَةَ ، أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا مَرْيَمَ الأَزْدِيَّ أَخْبَرَهُ ، قَالَ : دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ ، فَقَالَ : مَا أَنْعَمَنَا بِكَ أَبَا فُلَانٍ ، وَهِيَ كَلِمَةٌ تَقُولُهَا الْعَرَبُ ، فَقُلْتُ حَدِيثًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ” مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمُ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ ، قَالَ : فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ

“dari Yahya bin Hamzah, Ibnu Abi Maryam menuturkan kepadaku, Al Qasim bin Mukhaymirah bahwa Abu Maryam Al Azdi mengabari kepadanya :  ‘Aku pernah datang kepada Mu’awiyah’. Lalu ia berkata: ‘Kedatanganmu adalah nikmat bagiku wahai Abu Fulan’. Memang demikian sanjungan yang biasa diucapkan orang Arab. Lalu aku menyampaikan kepadanya hadits yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Barangsiapa yang ditakdirkan oleh Allah Azza Wa Jalla untuk menjadi pemimpin yang mengemban urusan kaum muslimin, lalu ia menghindar dari kebutuhan, kekurangan dan kefaqiran rakyatnya, Allah pasti akan menutup diri darinya ketika ia kekurangan, membutuhkan dan faqir‘. Abu Maryam lalu berkata: ‘Lalu Allah pun menjadikan Mu’awiyah orang yang memperhatikan kebutuhan rakyat`”

Sanad ini shahih, semua perawinya tsiqah.

Juga terdapat jalan lain, yang dicatat oleh Imam Ahmad (21504), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir (16770),

شَرِيكٌ , عَنْ أَبِي حَصِينٍ , عَنِ الْوَالِبِيِّ صَدِيقٌ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ , عَنْ مُعَاذٍ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ النَّاسِ شَيْئًا , فَاحْتَجَبَ عَنْ أُولِي الضَّعَفَةِ وَالْحَاجَةِ , احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “

“dari Syuraik, dari Abu Hushain, dari Al Wabili sahabat dekat Mu’adz bin Jabal, dari Mu’adz, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Barangsiapa yang ditakdirkan oleh Allah Azza Wa Jalla untuk menjadi pemimpin yang mengemban urusan orang banyak, lalu ia menghindar dari orang yang lemah dan yang membutuhkan, Allah pasti akan menutup diri darinya di hari kiamat

Al Wabili statusnya shaduq, sebagaimana dikatakan Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar. Dan Syuraik dikatakan oleh Abu Hatim: “Shaduq, namun banyak salahnya”. Ibnu Hajar juga berkomentar: “Shaduq, namun sering salah. Hafalannya berubah semenjak ia menjadi Qadhi di Kufah”. Namun demikian, sanad ini cukup untuk menjadi syahid (diringkas dari Silsilah Ash Shahihah, 2/205-206).

Dengan keseluruhan jalannya, tidak diragukan lagi keshahihan hadits ini.

Faidah Hadits

  1. Imam Ash Shan’ani menjelaskan: “hadits ini dalil bahwa orang yang menjadi pemimpin yang mengurusi urusan para hamba Allah hendaknya tidak menutup diri atau hendaknya mempermudah urusan dari orang-orang yang membutuhkan, atau orang faqir atau yang lainnya. Sabda Nabi ‘Allah pasti akan menutup diri darinya‘ maksudnya kiasan yang maknanya Allah akan menahan karunia, rizki dan rahmat-Nya bagi pemimpin tersebut” (Subulus Salam, 2/577).
  2. Ibnu Hajar mengatakan: “dalam hadits ini ada ancaman keras terhadap orang yang menjadi hakim bagi masyarakat, yaitu jika ia menghalangi diri untuk memenuhi hak-hak orang atau jika ia menyia-nyiakan rakyatnya tanpa udzur. Dalam hal ini para ulama bersepakat bahwa dianjurkan untuk melayani orang yang datang lebih dulu lebih, juga mendahulukan musafir daripada orang yang tidak sedang safar, terlebih lagi jika musafir tersebut khawatir ketinggalan rombongan. Dalam hadits ini juga dijelaskan bahwa pemimpin yang menyingkirkan pintu atau penghalang lainnya (untuk melayani rakyat) ia akan mendapat kepercayaan rakyat, kehormatan, keamanan, kebijaksanaan, kemuliaan akhlak, serta bisa memahami keadaan rakyatnya” (Fathul Baari, 13/133)
  3. Syaikh Faishal bin Abdil Aziz Alu Mubarak menuturkan: “ini adalah ancaman yang keras bagi orang yang menutup diri dari rakyatnya sehingga ia tidak menunaikan hajat-hajat rakyatnya, baik ia seorang raja, menteri, hakim, pemimpin, kepala bagian, ataupun tingkatan yang lebih rendah lagi selama termasuk orang yang mengurusi urusan masyarakat” (Tathriz Riyadhis Shalihin, 427)
  4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam beliau bersabda:

    إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ

    Sesungguhnya sejelek-jelek penggembala adalah yang kasar terhadap hewan gembalaannya” (HR. Muslim no. 1830)
    Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin setelah membawakan hadits ini dan hadits pertama yang ada pada tulisan ini, beliau menjelaskan: “ini adalah hadits-hadits yang menjelaskan kewajiban pemimpin untuk memenuhi hak-hak rakyatnya. Diantaranya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ dan الرِّعَاءِ (ar ri’aa) di sini bentuk jamak dari راعٍ (raa’in). Sedangkan الحطمة (al huthamah) atinya orang yang kasar, membuat susah dan membuat gangguan terhadap orang lain. Ini diibaratkan dengan seburuk-buruk penggembala. Jika yang demikian adalah seburuk-buruk penggembala, maka sebaik-baik penggembala adalah yang lemah lembut, yang bisa menyampaikan maksudnya tanpa kekasaran.
    Kita bisa mengambil dua faidah dari hadits ini:

    1. Seorang yang diberikan oleh Allah amanah sebagai pemimpin yang mengurusi urusan rakyat tidak boleh kasar kepada mereka, bahkan harus bersikap lemah lembut
    2. Orang yang diberi Allah amanah sebagai pemimpin wajib bersikap lemah lembut dalam hal menunaikan hak-hak rakyat, namun lemah lembut yang disertai integritas, kekuatan dan determinasi. Bukan lemah lembut yang loyo dan lemah. Akan tetap lemah lembut yang penuh integritas, kekuatan dan determinasi

    Adapun hadits yang kedua, di dalamnya ada peringatan bagi orang yang diberi oleh Allah amanah sebagai pemimpin untuk tidak membuat penghalang terhadap orang-orang yang membutuhkan dan juga orang faqir. Orang yang berbuat demikian, Allah Ta’ala akan menutup diri darinya ketika ia membutuhkan, kesusahan dan faqir.
    Ketika Mu’awiyah disampaikan hadits ini (oleh Abu Maryam), ia mengutus seseorang untuk terjun ke masyarakat, menganalisa kebutuhan mereka. Kemudian orang ini menyampaikan hasil analisanya kepada Mu’awiyah, karena beliau ketika itu berlaku sebagai Amirul Mu’minin. Demikian juga, seorang pemimpin mengurusi pemerintahan dan juga kebutuhan rakyat, ia juga tidak boleh menutup diri untuk perkara-perkara yang selain perkara kebutuhan rakyat. Hendaknya ia mengatur waktu, untuk perkara ini sekian waktunya, untuk perkata itu sekian waktunya, sedemikian rupa sehingga ia tidak kelebihan beban, Allahul Muwaffiq” (Syarh Riyadish Shalihin, 3/638)

  5. Muhammad bin Allan Asy Syafi’i menjelaskan: “Al Aquli menjelaskan tiga kelompok (orang yang disebut dalam hadits) tersebut:
    1. al hajah, yaitu kebutuhan manusia yang tidak sampai derajat darurat, yang jika tidak terpenuhi maka urusannya akan cacat atau baik.
    2. al khallah, yaitu setingkat di atas al hajah, berasal dari al khalal (tidak seimbang) dan masih di bawah derajat darurat
    3. al faqr, yaitu mencapai derajat benar-benar darurat. Berasal dari al fiqar (tulang punggung), jadi saking daruratnya seakan-akan tulang punggungnya patah” (Dalilul Falihin, 5/121)
  6. Al Aquli juga menjelaskan makna “Allah pasti akan menutup diri darinya ketika ia kekurangan, membutuhkan dan faqir” maksudnya doa si pemimpin tersebut tidak diijabah oleh Allah dan urusannya tidak ada yang tegak (Dalilul Falihin, 5/121).
  7. Demikian beratnya tanggung jawab seorang pemimpin, harta yang dimiliki pun sebatas untuk memenuhi kewajiban sebagai suami kepada keluarganya dan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya yang membutuhkan. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam beliau:

    لا يحل للخليفة من مال الله إلا قصعتان قصعة يأكلها هو وأهله وقصعة يضعها بين يدي الناس

    Bagi seorang khalifah, tidak halal memiliki harta dari Allah, kecuali dua piring saja. Satu piring untuk kebutuhan makannya bersama keluarganya. Dan satu piring untuk ia berikan kepada rakyatnya” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no.362)

  8. Dalam hadits ini tersurat keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu’anhu, bahwa ia adalah raja yang adil yang peduli terhadap kebutuhan rakyatnya, dan ini di persaksikan oleh para sahabat Nabi termasuk Abu Maryam radhiallahu’anhu.
  9. Mu’awiyah adalah sahabat Nabi yang mulia, beliau pernah didoakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,

    اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا وَاهْدِ بِهِ

    Ya Allah, jadikanlah ia (Mu’awiyah) sebagai pemberi hidayah kepada manusia yang diberi petunjuk, serta berilah hidayah kepada manusia melalui sebabnya” (HR. At Tirmidzi 3842. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

  10. Dalam hadits ini juga dijelaskan praktek sahabat Nabi, yaitu Abu Maryam radhiallahu’anhu, dalam menyampaikan nasehat kepada pemimpin dengan cara yang baik. Yang disampaikan adalah hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan bahasa yang baik dan tidak di depan umum.

Wallahul Muwaffiq.

 

Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Makna Kalimat Syahadat, Hadits Ikhlas, 9 Poin Kesesatan Wahdah Islamiyah, Ayat Tentang Keutamaan Menuntut Ilmu


Artikel asli: https://muslim.or.id/15684-pemimpin-harus-peduli-terhadap-hajat-rakyat.html